“Anakku,
sadarlah bahwa judi itu merusak segalanya,” kata orang tua Manik
Angkeran. Tetapi, Manik Angkeran tidak peduli dengan ucapan orang
tuanya. Hampir setiap hari, Manik Angkeran berada di tempat penyabungan
ayam. Setelah penyabungan tutup, ia lanjutkan dengan judi kartu.
“Kalau kau tidak
mau menghentikan
judimu, lebih baik kau pergi dari rumah ini!,” kata ayah Manik Angkeran
dengan nada mengancam. Tetapi, karena judi sudah mendarah daging dalam
dirinya, kata-kata ancaman sekeras apapun tetap tidak didengar. Masuk
telinga kanan keluar telinga kiri dan begitu sebaliknya.
Karena merasa gagal mendidik dan tidak bisa menyadarkan, Empu Sidhi Mantra menitipkan
Manik Angkeran kepada seorang Brahmana yang bernama Brahmana Danghyang
Nirarta atau dikenal dengan nama Pedanda Sakti Wawu Rauh. Lalu Manik
Angkeran menjadi anak asuh Danghyang Nirarta.
Apakah Manik Angkeran sadar ? Ternyata ia masih gila judi. Brahmana Danghyang Nirarta
mencari jalan keluar agar Manik Angkeran dapat meninggalkan judi.
“Mulai hari ini, kamu harus melakukan tapa. Bertobatlah kepada Sang
Dewata agar kau dapat meninggalkan judi,” kata Brahmana Danghyang Nirarta kepada Manik Angkeran.
Mendengar anjuran Brahmana Danghyang Nirarta,
Manik Angkeran mulai melakukan tapa. Ia bertapa di sebuah Pura Gua
yang berada di sebelah kiri bagian depan Pura Besakih, sesuai dengan
anjuran Brahmana Danghyang Nirarta. Konon dalamnya lubang Pura Gua di Pura Besakih berhubungan langsung dengan lubang Pura Gua Lawah di Klungkung.
Pada
hari pertama, Manik Angkeran masih dapat memusatkan perhatian secara
penuh dalam tapanya. Tetapi, tiba pada hari ketiga Manik Angkeran
mendapat firasat bahwa ia akan ditemui oleh seekor naga. “Hem, aku akan
minta ajian kepada Naga yang mendiami Pura Gua ini agar aku bisa menang
terus dalam berjudi,” kata Manik Angkeran dalam hati. Ia bertambah
khusuk dalam semadinya, maksudnya agar dapat cepat memperoleh apa yang
diinginkan itu.
Tiba-tiba
ular Naga yang dikenal dengan nama Naga Besukih muncul di depan Manik
Angkeran. Manik Angkeran terkejut, keringat dingin keluar dari
badannya. Manik Angkeran menggigil karena ketakutan. “Jangan takut, aku
datang untuk menemuimu. Permintaanmu untuk mendapat ajian akan
kukabulkan,” kata Naga Besukih sambil menggeram. Manik Angkeran
mengucapkan terima kasih dan segera pulang.
Berbekal
ajian yang dimiliki Manik Angkeran turun di gelanggang perjudian. “Aku
tantang mereka!,” ucap Manik Angkeran sambil memainkan kartu judi.
Ternyata Manik Angkeran selalu menang. Manik Angkeran kurang puas dan
berniat ingin menguasai tempat perjudian tersebut. Untuk mewujudkan
keinginannya tersebut, Manik Angkeran kembali bertapa di Pura Gua
Besakih.
Manik
Angkeran mulai bertapa di Pura Gua lagi. Tidak berapa lama Naga
Besukih menemui Manik Angkeran. “Permintaanmu kukabulkan,” kata Naga
Besukih. Betapa senangnya hati Manik Angkeran. Naga Besukih dengan
perlahan-lahan masuk gua lagi. Manik Angkeran terperanjat melihat Naga
Besukih berekor emas berlian. Karena serakah, Manik Angkeran berniat
mengambil ekor Naga Besukih. “Aku akan kaya raya bila mendapatkan ekor
Naga Besukih. Manik Angkeran segera memotong ekor Naga Besukih, lalu
dengan cepat melarikan diri meninggalkan Pura Gua.
Merasa
ekornya dipotong oleh Manik Angkeran, Naga Besukih berusaha
mengejarnya. Karena badannya besar, larinya lambat. Maka Naga Besukih mematuk
pijakan kaki Manik Angkeran. Seketika itu juga Manik Angkeran
meninggal. Karena sudah lama Manik Angkeran tidak pulang ke rumah,
Brahmana Danghyang Nirarta
mencari ke Pura Gua Besakih. Naga Besukih menjelaskan bahwa Manik
Angkeran telah ia bunuh, karena telah memotong ekornya. Naga Besukih
tidak tahu kalau Manik Angkeran adalah anak asuh Brahmana Danghyang Nirarta. Maka, Naga Besukih minta maaf dan bersedia menghidupkan kembali Manik Angkeran. Begitu juga Danghyang Nirarta
minta maaf karena ulah Manik Angkeran dan bersedia mengembalikan ekor
Naga Besukih. Setelah Manik Angkeran hidup kembali, ia menjadi sadar
dan mau bertobat. Mpu Sidhi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.
“Kamu
harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” kata Mpu Sidhi Mantra.
Dalam sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah
sumber air yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan
tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan
anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau
Jawa dengan pulau Bali.
Moral
: Sifat tamak atau serakah adalah sifat yang sangat buruk. Karenanya
keserakahan dapat menyebabkan seseorang menjadi celaka dan mendapat
balasan yang setimpal.
Sumber : Elexmedia
Posted by 05.20 and have
0
komentar
, Published at
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anybody is welcome to join tanpa membedakan latar belakang suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, usia, orientasi seksual, dan difabelitas.